HADITS GHARIB
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mid semester
Mata Kuliyah : Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : Amirusshodiq Lc.
Disusun
oleh :
Dewi
Maharani Sona (110359)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
KUDUS
TARBIYAH /PAI
2011
I. PENDAHULUAN
Hadits jika ditinjau dari segi kualitasnya (banyaknya jumlah
perawi yang menjadi sumber adanya suatu hadits). Ada perbedaan pendapat
tentang pembagian hadits. Para ahli ada yang mengelompokkan menjadi tiga, yaitu
hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Dan ada yang membagi hanya menjadi dua,
yaitu hadits mutawatir dan ahad. Diantaranya Abu Bakar Al-Jassas. Untuk
pendapat yang mengelompokkan hadits menjadi dua bagian. Diikuti oleh kebanyakan
ulama’ ushul dan ulama kalam. Mereka menganggap hadits masyhur sebagai bagian
dari hadits ahad.
Sedangkan ditinjau dari sampainya kepada kita dapat dibagi menjadi
dua bagian. Yaitu hadits mutawatir. Jika hadits itu mempunyai beberapa jalan
yang tidak terbatas jumlahnya. Dan hadits ahad , jika hadits itu mempunyai
beberapa jalan yang terbatas jumlahnya. Dari dua hadits tersebut, masing-masing
terbagi lagi menjadi beberapa bagian. Untuk hadits mutawatir dibagi menjadi
mutawatir lafdzi dan mutawatir maknawy. Sedangkan hadits ahad dibagi menjadi
tiga yaitu hadits masyhur, hadits aziz, dan hadits gharib.
Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang hadits gharib. Pengertian
singkat tentang hadits gharib yaitu suatu hadits yang diriwayatkan oleh oleh
seorang rawi secara sendirian, adakalanya terjdi dalam setiap tingkatan dari
tingkatan-tingkatan sanad, atau dalam sebagian tingkatan-tingkatan sanad,
walaupun dalam tingkatan saja. Dan tidak mempengaruhi tambaahan lain dalam sisa
tingkatan-tingkatan sanad tersebut, karena yang dipedomi adalah untuk yang
paling sedikitnya.[1]
Para ulama banyak menggunakan nama lain untuk hadits gharib,
diantaranya khadits al-Fardlu, keduanya memiliki arti yang sama. Sebagaian
ulama yang lainya telah membedakan keduanya. Namun, Al-Hafidh ibnu Hajar menganggap
keduanya itu sama. Baik ditinjau dari segi bahasa maupun istilah. Meski begitu,
beliau berkata bahwa ahli istilah (maksudnya ahli hadits-pen) telah
membedakan keduanya, dilihat dari sisi banyaknya dan sedikitnya penggunaan.
Disebut hadits fard karena lebih banyak digunakan untuk hadits fard yang
mutlak. Sedangkan hadits gharib lebih banyak digunakan untuk hadits fard yang
nisbi.
II. RUMUSAN MASALAH
Dari pendahulan di atas, pemakalah merumuskan berupa permasalahan
yang akan dibahas dalam makalah ini,
1.
Apa
pengertian dari hadits Gharib ?
2.
Apa
saja jenis-jenis dari harits Gharib ?
3.
Bagaiman
hukum hadits Gharib ?
III. PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Hadits Gharib
a.
Menurut
Bahasa
Berarti
al-munfarid ( menyendiri ) atau al-ba’id-an aqaribihi ( jauh dari
kerabatnya ).
b.
Menurut
Istilah
Hadits
yang diriwayatkan oleh seorang perawi sendirian, atau satu orang rawi.
Dalam
Taujihun Nadhan diterangkan, bahwa hadits gharib ialah :
مَايَنْفَرِدُبِرِ وَايَتِهِ وَاحِدٌ فِىْ اَيِّ مَوْضِعِ مِنْ َموَا
ضِعِ السَّنَدِ
Artinya:
“hadits yang tersendiri seorang perawinya pada suatu tempat didalam sanad”.
Al
Qasthalani berkata : “hadits gharib itu ialah:
مَايَنْفَرِدُبِرِ وَايَتِهِ اَوْبِرِّوَايَةِ زِيَادَةٍ فِيْهِ
عَمَّنْ يُجْمَعُ حَدِيْثُهُ كََاالزُّهْرِىْ
Artinya
: “hadits yang hanya diriwayatkanya, atau diriwayatkan ziadahnya, seperti
Azzuhri”.
Sebagian
ulama menta’rufkannya sebagai berikut :
اَلْغَرِيْبُ, مَاتَفَرَّدَ ِبهِ رَاوِيْهِ بِرِوَايَتِهِ عَمَّنْ يُجْمَعُ
حَدِيْثُهً لِضَبْطِهِ وَعَدَ اَلَتِهِ, كََالزُّهْرِى وَاَمْثَالِهِ
Artinya : “Hadits Gharib, ialah: yang
bersendiri perawinya dalam meriwayatkanya, dari orang-orang yang kumpul
haditsnya lantaran kuat ingatanya dan kedilannya, seumpama Az-zuhri dan yang
seumpamanya".
Adapun
menurut Musthalah, gharib itu ditujukan kepada: “suatu hadits yang
diriwayatkan hanya dengan satu sanad”. Tegasnya, satu hadits yang seorang
rawi bersendiri dalam meriwayatkanya, yaitu tidak ada orang lain
menceritakanya, melainkan dia.
Contoh
:
اَلاِيْمَانُ بِضْعٌ وَسِتُّوْنَ شُعْبَةً وَاْلحَيَاُءُ شُعْبَةٌ
مِنْ اَلاِيْمَانْ
Artinya
: “iman itu ada enampuluh cabang lebih, dan malu itu satu cabang dari iman”.
Hadits tersebut ada diriwayatkan
oleh imam-imam Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan lainya.
Kita
bandingkan susunan sanad dari Bukhari dan Muslim tentang hadits tersebut. (
memakalah mengambil susunan sanad dari Bukhari dan Muslim sebagai contoh )
Bukhari Muslim
1.
Nabi
SAW 1.
Nabi SAW
2.
Abu
Hurairoh 2.
Abu Hurairah
3.
Abdullah
bin Dinar 3. Abu
Sholih
4.
Bukhari 4. Abdullah
bin Dinar
5. Sulaiman bin Bilal
6. Abu Amir
7. Abdun bin Humaid
Dalam kedua sanad tersebut, didapati Abu Hurairoh, Abu Shalih, dan
Abdullah bin Dinar. Ini menunjukkan bahwa semua itu berarti sati sanad.[2]
Sehingga dari pengertian-pengertian diatas, dapat diambil
kesimpulan bahwa hadits gharib adalah hadits yang diriwayatkan seorang rawi,
sendirian. Bisa disetiap thabaqat-nya dari seluruh thabaqat sanadnya, atau
disebagaian thabaqat sanad, malahan bisa pada satu thabaqat saja. Adanya jumlah
rawi lebih dari seorang pada thabaqat lainya tidak merusak hadeits gharib.
2.
Jenis-jenis
hadits gharib
Dilihat
dari aspek tempat menyendirinya perawi, hadits gharib di bagi menjadi dua :
a.
Hadits
Gharib Mutlak ( fard mutlak )
Yaitu jika gharib ( kesendirianya ) terdapat pada asal sanad,
dengan kata lain hadits yang diriwayatkan oleh rawi secara sendirian pada awal
sanadnya.
اَلْفَرْدُ الْمُطْلَقُ مَا تَفَرَّدَ بِهِ رَاوٍ وَاحِدٍ مِنْ
جَمِيْعِ الرُّوَاةِ
Artinya
: “hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dari seluruh
perawi-perawi yang lain”.
Yang dikehendaki dengan asal sanad disini adalah tabii bikan
shahabi. Namun, setelah ulama menetapkan bahwa asal sanad ini mencakup shahabi.
Contoh hadits Gharib mutlak :
اَلوَلَاءُ لَحْمَةٌ كَلَحْمَةِ النّّسّبِ لَا يُبَاعُ وَلاَ يُوْهَبُ
Artinya
: “kekerabatan dengan jalan memerdekakan, sama dengan kekerabatan dengan
jalan keturunan, tidak boleh dijual dan tidak boleh dihibahkan”.
Hadits ini diterima dari Nabi oleh Ibnu Umar dan dari Ibnu Umar
hanya Abdukllah bin Dinar saja yang meriwayatkan. Abdullah bin Dinar adalah
seorang Tabi’i , seorang hafidh yang kokoh ingatanya.
b.
Hadits
Gharib Nisbi ( fard nisbi )
Yaitu hadits yang kegharibanya berada dipertengahan sanadnya,
artinya semula diriwayatkan oleh lebih dari seorang rawi dalam asal sanadnya kemudian secara sendirian
diriwayatkan oleh satu orang rawi dari mereka para perawi tersebut.
مَا حُكِمَ بِتَفَرُّدِِهِ بِالنَّسْبَةِ لِصِفَةٍ مُعَيِّنَةٍ (اَي
قُّيِدً بِصِفَةٍ خَاصَّةَ)
Artinya
: “hadits yang dipandang fard mengingat suatu sifat yang tertentu ( yakni
dikaitkan dengan sesuatu sifat tertentu )”.
Contoh
hadits ghari nisbi :
Hadits
malik dari Az-Zuhri dari Anas ra, “Sesungguhnya Nabi SAW masuk ke kota makah
sementara diatas kepalanya alat penutup”.
Hadits
ini diriwayatkan oleh Malik Az-Zuhri.
Contoh
lain hadits gharib nisbi berkenaan dengan kota atau tempat tinggal tertentu :
أُمِرَ نَا أَنْ نَقْرَ أَبِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَمَا تَيَسَّرَ(رواه
ابو داود)
Artinya
: “kami diperintahkan oleh Rasul SAW agar membaca surat Al-Fatihah dan surat
yang mudah ( dari al-Qur’an )”. ( HR Abu Dawud )
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad Abu Al Walid
Al-Tayalisi, Hammam, Qatadah, Abu Nadrah, Dan said. Semua rawi ini berasal dari
Basrah dan tidak ada yang meriwayatkanya dari kota lain.
Jenis-jenis Gharib nisbi :
Terdapat berbagai jenis gharib yang memungkinkanya termasuk hadits
gharib nisbi, bukan gharib mutlak karena dinisbikan kepada sesuatu tertentu :
1.
Kegharibanya
dinisbikan kepada rawi yang tsiqah (terpercaya)sepertipernyataan mereka,
“tidak diriwayatkan oleh seorang pun rawi tsiqah kecuali si fulan”.
2.
Ke-Gharibanya
karena diriwayatkan oleh rawi tertentu dari rawi tertentu seperti pernyataan
mereka . “Diriwayatkan secara menyendiri oleh fulan dar fulan”, meskipun
diriwayatkan dari arah lain selain dia”.
3.
Ke-gharib-anya
pada penduduk negeri tertentu atau penghuni tertentu. Seperti pernyataan
mereka, “diriwayatkanh secara menyendiri oleh penduduk makkah” atau “oleh
penduduk syam”.
4.
Ke-gharianya
karena diriwayatkanya oleh penduduk negeri tertentu dari penduduk negeri
tertentu pyla. Seperti pernyataan mereka. “diriwayatkan secara menyendiri
oleh penduduk syam dari penduduk khijaz”.[3]
Dutinjau dari segi letak kegharibanya, hadits gharib dibagi :[4]
a.
Hadits
gharib matan dan sanad, hadits yang matanya diriwayatkan oleh seorang rawi
saja.
b.
Hadits
gharib matan, bukan sanad. Seperti hadits yang matanya diriwayatkan oleh
sekelompok sahabat, namun diriwayatkan secara menyendiri dari sahabat lainya. Dalam
perkara ini, Imam Tirmidzi berkata, “Hadits ini gharib diliat dari aspek
ini”.
3.
Hukum
Hadits Gharib
Hadits
Gharib mempunyai beberapa hukum (nilai) :
a.
Shahih,
yaitu: jika perawinya mencapai dlabith yang sempurna dan tidak ditentang oleh
perawi yang lebih kuat dari padanya.
b.
Hasan,
yaitu: jika dia mendekati derajat yang diatas dan tidak ditentang oleh orang
yang lebih rajin daripadanya.
c.
Syadz,
yaitu: jika ditentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedangkan dia
adalah orang yang kepercayaan.
d.
Munkar,
yaitu: jika di tentang oleh orang yang lebih kuat dari padanya, sedang diapun
adalah orang yang lemah.
e.
Matruk,
yaitu: jika dia tertuduh dusta walaupun tgidak ditentang oleh orang lain.
IV. KESIMPULAN
1.
Hadits
gharib adalah hadits yang diriwayatkan seorang rawi, sendirian. Bisa disetiap
Tabaqatnya dari seluruh tabaqat sanatnya. Atau disebagian tabaqat sanad,
malahan bisa pada tabaqat saja . adanya jumlah rawi lebih dari seorang pada
tabaqat lainya tidak merusak hadits gharib karena yang dijjadikan sebagai
patoakn adalah yang paling minimal.
2.
Ditinjau
dari aspek tempat menyendirinya perawi, hadits gharib dibagi menjadi dua :
a.
Hadits
Gharib muhtlak (fard mutlak)
b.
Hadits
Gharib nisbi (fard nisbi)
Ditinjau
dari segi letak kegharibannya, hadits gharib dibagi menjadi dua :
a.
Hadits
gharib matan dan sanad.
b.
Hadits
gharib matan, bukan sanad.
3.
Hadits
gharib memiliki beberapa hukum ( nilai )
a.
Shahih
b.
Haram
c.
Syadz
d.
Munkar
e.
matruk
V.
PENUTUP
Demikianlah materi yang dibahas pemakalah, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Dalam penulisan makalah ini mungkin ada kesalahan
atau kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
pemakalah harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman,
2000, Pergeseran Pemikiran hadits ijtihad Al-hakim dalam Menentukan Suatu
Hadits, Paramadina; jakarta
Al-Maliki
Muhammad Alwi, 2006, Ilmu Ushul Hadits, Pustaka Pelajar; Yogyakarta
Ash-Shiddieqy
Nasbi, 1976, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadits, Bulan Bintang; Jakarta
Hassan
A.Qadir, 1990, Ilmu Musthalah Hadits, Diponegoro; Bandung
Suparta
Munzier, 2002, Ilmu Hadits, Raja Grafindo Persada; Jakarta
Thahhan
Mahmud, 1997, Ulumul Hadits Studi Kompleksitas Hadits Nabi, Titipan
Ilahi Press; Yogyakarta
http;//www,belajarislam,com/
hadit-masyhur-hadits-mustafid-hadits-aziz-hadits-gharib/
[1]
Ahmud thahhan. 1997. Ulumul hadits Studi Kompleksitas Hadits Nabi. Titian Ilahi
Press: Yogyakarta. Hal. 37.
[2]
A.Qadir Hassan. 1990. Ilmu Musthlah Hadits. Diponegoro: Bandung.hal.278-279.
[3]
http://www.belajarislam.com/hadit-masyhur-hadits-mustafid-hadits-aziz-hadits-gharib/
[4]
Munzier uparta. 2002. Ilmu Hadis. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hlm. 121.
Makasih atas informasinya.....
BalasHapusSukron atas infonya, meski lumayan bingung karena masih tahap belajar tapi sangat bermanfaat...
BalasHapusSyukron katsir
BalasHapusMakasih infonya ..
BalasHapus