Senin, 07 Januari 2013

KELAHIRAN PENGETAHUAN ALAMIAH MODERN DAN METODE ILMIAH


KELAHIRAN PENGETAHUAN ALAMIAH MODERN
DAN METODE ILMIAH
Tugas Makalah ini Disusun
Guna Memenuhi Tugas
                                    Mata Kuliyah            : Ilmu Alamiah Dasar
Dosen Pengampu        : Drs. Amintarto, MM
 





















Disusun Oleh :
                                    Kelompok  2   :
                                    1. Fachris Arriffuddin             Semester 3
                                    2. Istianah                              Semester 5
                                    3. Vera Zuliyana                     Semester 5
                                    4. M. Abror                             Semester 5
                                    5. Martono                              Semester 3
                                    6. Bambang Susanto               Semester 3
                                    7. Mulyono                              Semester 5
                                                                      
INSTITUT ISLAM NAHDLOTUL ULAMA’( INISNU )
FAKULTAS TARBIYAH PAI
2010
KELAHIRAN PENGETAHUAN ALAMIAH MODERN
DAN METODE ILMIAH
I. PENDAHULUAN
            Dalam usaha memecahkan masalahnya, manusia melakukan berbagai usaha. Ada yang berpegang pada cara-cara tradisional, dan ada pula yang berpaling pada ilmu. Dalam hal ini ilmu memberikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, yaitu keputusan yang didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah.
            Dalam cabang ilmu alamiah dasar terdapat cabang ilmu yang mempelajari tentang metode-metode atau cara-cara mengetahui penelitian yaitu metode ilmiah atau sikap ilmiah yang didalamnya terdapat metode-metode atau cara-cara penelitian atau sistematika penelitian.

II. POKOK PEMBAHASAN
  1.  Metode Keilmuan Atau Pendekatan Ilmiah
  2. Perkembangan Pengetahuan Dari Masa Ke Masa
  3. Metode Ilmiah
  4. Metode Ilmiah John Dewey
  5. Sikap Ilmiah
  6. Langkah-langkah Opersional Metode Ilmiah









III. PEMBAHASAN
A. Metode Keilmuan Atau Pendekatan Ilmiah
            Ada beberapa metode keilmuan atau pendekatan ilmiah, yaitu:
1. Penalaran Deduktif (Rasionalisme)
            Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab pertanyaan tanpa mengarang mitos. C. A. Van Pursen dalam bukunya mengatakan bahwa: “Di dalam mitos manusia terikat, manusia menerima keadaan sebagai takdir yang harus diterima.” Lama-kelamaan manusia tidak mau terikat, maka manusia berusaha mencari penyelesaian dengan rasio. Dalam pemikiran ini, manusia sudah memisahkan dirinya sehingga memandang alam dengan jarak terhadap dirinya. Manusia sebagai subjek menempatkan dirinya di luar alam yang dijadikan objek.
            Dalam menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi dengan mengamati peristiwa itu, mempelajari mengapa gunung api dapat meletus, kemudian berusaha mencari penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya.
Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus.
2. Penalaran Induktif (Empirisme)
            Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Dengan pertolongan panca indranya, manusia berhasil menghimpun sangat banyak pengetahuan. Himpunan pengetahuan ini dapat disebut ilmu pengetahuan.
            Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berfikir dengan menarik kesimpulan umum.

3. Pendekatan Ilmiah, Kelahiran IPA
            Agar himpunan pengetahuan itu dapat disebut ilmu pengetahuan, harus digunakan perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Teori ini masih terlalu dapat menghasilkan suatu teori dan dapat diuji dalam hati keajegan dan kemantapan nya.             Artinya bila mana diadakan penelitian ulang, yang dilakukan oleh siapapun dengan langkah-langkah yang serupa dan pada kondisi yang sama, akan diperoleh hasil yang konsisten. Metode keilmuan itu bersifat objektif, bebas dari keyakinan perasaan dan prasangka pribadi serta bersifat terbuka.
            Jadi, suatu himpunan pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bila mana cara memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme dan empirisme.[1]
B. Perkembangan Pengetahuan Dari Masa Ke Masa
1. Zaman Purba
            Dari peninggalan-peninggalan yang ditemukan, dapat dianalisis pengetahuan yang telah dimiliki manusia purba, begitu juga bagaimana perkembangannya. Bahan-bahan yang ditemukan dari zaman purba (yang mencakup zaman batu) adalah:
1) Alat-alat dari batu dan tulang
2) Tulang belulang hewan
3) Sisa-sisa dari beberapa tanaman
4) Gambar dalam gua-gua
5) Tempat-tempat penguburan, dan
6) Tulang-tulang manusia purba.[2]
Terdapat alasan-alasan yang menunjukkan bahwa benda-benda tersebut merupakan alat, bukan hanya batu alam biasa. Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah kemiripan bentuk frekuensinya yang relatif tinggi, perubahan bentuk yang sejalan dengan umurnya, kekerasan nya dan adanya ukiran-ukiran yang terdapat pada alat-alat dari batu tersebut.
Perbaikan bentuk dari alat-alat tersebut, menunjukkan bahwa manusia pada jaman itu telah dapat menghayati, membeda-bedakan, dan menunjukkan kecenderungan menuju ke arah fungsi yang lebih baik. Di samping karena pengalamannya, maka pemilihan batu, dari yang empuk hingga yang keras, menunjukkan kemampuannya untuk membedakan dan memilih.
Dengan demikian, maka zaman batu ini ditandai oleh pengetahuan yang diperoleh berdasarkan:
            a. Kemampuan mengamati
            b. Kemampuan membeda-bedakan
            c. Kemampuan memilih
            d. Kemampuan melakukan percobaan tanpa disengaja “trial and error”
Dalam perkembangannya manusia purba juga dapat memperoleh pengetahuan atau kemampuan sebagai berikut:
            a. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman
            b. Kemampuan melakukan abstraksi berdasarkan kesamaan atau keteraturan
            c. Kemampuan menulis dan berhitung, dan menyusun kalender, yang                          semuanya berdasarkan proses sintesis terhadap hasil abstraksi yang                   dilakukan.
            d. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alamiah berbagai jenis             siklus, yang semuanya berdasarkan proses abstraksi.
            e. Kemampuan meramal berdasarkan peristiwa fisis, misalnya ramalan                         terjadinya gerhana.[3]
Kemampuan atau pengetahuan yang telah dimiliki tersebut di atas semuanya masih diperoleh secara alamiah, artinya tanpa disadari dan disengaja. Jadi, segala peristiwa yang terjadi hanya diterima sebagaimana adanya tanpa usaha pendalaman lebih lanjut. Manusia purba masih dalam tingkat receptive attitude and receptive mind (sekadar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran).[4]
2. Zaman Yunani
            Masa 600-200 SM biasanya disebut zaman Yunani. Dalam zaman itu proses-proses perkembangan know how tetap mendasari kehidupan sehari-hari, sekalipun tingkatannya sudah jauh lebih maju daripada zaman sebelumnya. Dalam bidang pengetahuan yang berdasarkan sikap dan pemikiran yang sekadar menerima apa adanya, terjadi perubahan besar, dan perubahan ini dianggap sebagai dasar ilmu pengetahuan modern. Hal ini berdasarkan pada sikap bangsa Yunani yang tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman tersebut secara pasif- receptive. Mereka memiliki “Inquiry attitude and inquiry mind.”
            Dalam rangka membahas perkembangan ilmu pengetahuan, yang penting bukannya jawaban yang diberikan, tetapi diajukannya pertanyaan tersebut, Thales menekankan pentingnya pertanyaan. Pertanyaan yang terus menerus akan menimbulkan atau menyebabkan pemeriksaan dan penelitian yang terus menerus juga. Dengan demikian pertanyaan merupakan suatu motor yang dapat mendorong pemikiran dan penyelidikan.[5]
3. Zaman Modern
            Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu pengetahuan. Copernicus, Tycho Broche, Keppler dan Galileo merupakan pelopor dalam mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman. Mereka menciptakan prinsip heliosentrisme. Dengan teropongnya, Galileo memastikan bahwa seperti bulan, planet-planet tidak memancarkan cahayanya sendiri, tetapi memantulkan cahaya matahari yang jatuh pada planet-planet tersebut.
Dia juga menyusun dasar hukum-hukum yang menghubungkan kecepatan, percepatan, dan jarak yang ditempuh dalam waktu tertentu.
Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi sangat mantap dan pesat setelah ditulisnya buku yang berjudul Novum Organum oleh Francis Bacon (1560-1626) yang mengutarakan tentang landasan empiris dalam mengembangkan pengetahuan dan penegasan ilmu pengetahuan dengan menguraikan metodenya.
Bila dilihat dari segi metodologi dan psikologi maka seluruh ilmu pengetahuan
tersebut didasarkan pada:
1.         Penganutan dan pengamalan manusia yang terus menerus
2.         Pengumpulan data yang terus menerus dan dilakukan secara sistematis
3.         Analisis data yang ditempuh dengan berbagai cara, yang antara lain adalah:
a.         Analisis langsung
b.        Analisis perbandingan, dan
c.         Analisis sistematis dengan menggunakan model-model sistematis.
4.         Penyusunan model-model atau teori-teori, serta penyusunan ramalan-ramalan        sehubungan dengan model-model itu
5.         Percobaan-percobaan untuk menguji ramalan tersebut.
Percobaan-percobaan ini akan menghasilkan beberapa kemungkinan,
diantaranya: benar atau salah. Jika terbukti salah, terbuka kemungkinan untuk mencari kesalahan berpikir, sehingga terbuka juga kemungkinan untuk memperbaikinya. Dengan demikian ilmu pengetahuan modern memiliki suatu sistem yang didalamnya terkandung mengoreksi diri, yang memungkinkan ditiadakannya kesalahan demi kesalahan secara bertahap menuju ke arah kebenaran.[6]

C.    Metode Ilmiah
Pada uraian dimuka kita telah mengetahui adanya perkembangan pola pikir manusia dimulai dari zaman Babylonia (kurang lebih 650 SM) dimana orang percaya pada mitos, ramalan nasib berdasarkan perbintangan. Bahkan percaya adanya banyak dewa, ada dewa angin, dewa matahari, dewa petir dan dewa-dewa lainnya. Pengetahuan itu mereka peroleh dengan berbagai cara , antara lain :
  1. Prasangka
Yaitu suatu anggapan benar padahal baru merupakan kemungkinan benar ataukah salah
  1. Intuisi
Yaitu Pendapat seseorang yang diangkat dari perbendaharaan pengetahuannya terdahulu
  1. Trial dan Error
Yaitu metode coba-coba atau untung-untungan.[7]
Pengetahuan yang didapat dengan cara-cara tersebut diatas termasuk pada golongan pengetahuan yang tidak ilmiah. Pengetahuan dapat dikatakan ilmiah bila pengetahuan memenuhi empat syarat, yaitu :
1.      Objektif  ( Kesesuaian dibuktikan dengan hasil pengindraan )
2.      Metodik ( Memperoleh pengetahuan dengan cara tertentu dan terkontrol )
3.      Sistematik (Pengetahuan ilmiah tersusun dalam suatu sistem )
4.      Berlaku umum (Pengetahuan tidak hanya berlaku atau diamati oleh satu orang, tapi semua orang berhak melakukan eksperiment )[8]
Ditinjau dari sejarah cara berfikir manusia pada dasarnya terdapat dua
cara pokok untuk memperoleh pengetahuan yang benar yaitu :
1.      Cara yang didasarkan pada rasio, paham yang dikembangkan dikenal
dengan rasionalisme, dan
2.      Cara yang didasarkan pada pengalaman, paham yang dikembangkan 
disebut empirisme
Jadi metode ilmiah merupakan bagian yang paling penting dalam mempelajari ilmiah alamiah.[9]
  1. Metode Ilmiah John Dewey
John dewey seorang filosofi berkebangsaan Amaerika. Menurutnya cara-cara non ilmiah (unscientific) membuat manusia tidak merasa puas sehingga mereka menggunakan cara berfikir deduktif atau induktif. Kemudian orang mulai memadukan cara berfikir deduktif dan induktif, dimana perpaduan ini disebut dengan berfikir reflektif (reflective thingking). Metode ini diperkenalkan oleh John Dewey antara lain :
a.       The Felt Need (adanya suatu kebutuhan)
b.      The Problem (adanya suatu masalah)
c.       The hypothesis (menyusun hipotesis)
d.      Collection of Data as Avidance (merekam data untuk pembuktian)
e.       Concluding Belief (kesimpulan yang diyakini kebenarannya)
f.       General Value of the Conclusion (memformulasikan kesimpulan umum)

  1. Sikap Ilmiah
Salah satu aspek tujuan dalam mempelajari ilmu alamiah adalah pembentukan sikap ilmiah. Orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah akan terbentuk sikap alamiah yang antara lain adalah :
  1. Jujur ( Wjaib melaporkan hasil pengamatan secara objektif )
  2. Terbuka ( Terbuka menerima pendapat orang lain )
  3. Toleran ( Tidak akan memaksakan pendapatnya kepada orang lain )
  4. Skeptis ( Tidak akan menerima suatu kesimpulan tanpa didukung bukti kuat )
  5. Optimis ( Berpengharapan baik )
  6. Pemberani ( Berani melawan hal-hal yang akan menghambat kemajuan )
  7. Kreatif ( mampu menghasilkan trobosan dan kreasi demi kemajuan )[10]


Ada juga sifat ilmu pengetahuan dan metode ilmiah:
  1. Logis/masuk akal, yaitu sesuai dengan logika/aturan berfikir yang ditetapkan dalam cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
  2. Obyektif, yaitu ilmu pengetahuan berkenaan dengan sikap yang tidak tergantung pada suasana hati, prasangka/pertimbangan nilai pribadi.
  3. Sistematis, yaitu adanya konsistensi dan keteraturan internal
  4. Andal, yaitu dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan yang ditentukan dengan hasil yang dapat diandalkan.
  5. Dirancang, yaitu ilmu pengetahuan tidak berkembang dengan sendirinya
  6. Akumulatif, yaitu ilmu pengetahuan merupakan himpunan fakta, teoritis, hukum, dll. yang berkumpul sedikit demi sedikit

  1. Langkah-langkah Operasional Metode Ilmiah
Salah satu syarat ilmu pengetahuan ialah bahwa materi pengetahuan itu harus diperoleh melalui metode ilmiah. Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini tidak harus selalu berurutan, langkah demi langkah, seperti yang tercantum berikut ini. yang penting ialah pemecahan masalah untuk mendapatkan kesimpulan umum (generalisasi) hanya berdasarkan atas data dan diuji dengan data, bukan oleh keinginan, prasangka, kepercayaan, atau pertimbangan lain.
Menurut Drs. Maskoeri Jasin langkah-langkah penerapan metode
ilmiah itu ada 3 (tiga), yaitu :
  1. Menentukan dan memberikan batasan kepada masalah
  2. Menentukan hipotesis atau rumusan pemecahan masalah yang bersifat sementara
  3. Menguji dan mengadakan verifikasi kesimpulan.
Adapun langkah-langkah operasional nya adalah sebagai berikut :
  1. Perumusan Masalah
Yang dimaksud dengan masalah disini adalah merupakan pertanyaan apa,
mengapa ataupun bagaimana tentang obyek yang diteliti.
  1. Penyusunan Hipotesis
Yang dimaksud dengan hipotesis adalah suatu pernyataan yang menunjukkan kemungkinan-kemungkinan jawaban untuk memecahkan masalah yang telah ditetapkan.
  1. Pengujian Hipotesis
Yaitu berbagai usaha pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang telah diajukan untuk dapat memperlibatkan apakah fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
  1. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan ini didasarkan atas penilaian melalui analisis dari fakta fakta (data) untuk melihat apakah hipotesis yang diajukan itu diterima atau tidak.
Di dalam ilmu alamiah suatu kesimpulan bersifat sementara (tentatif), kesimpulan adalah sesuatu yang harus diajukan. Pengujian-pengujian seperti itu memerlukan data tambahan. Dengan demikian generalisasi baru akan diperoleh dan terjadilah proses yang berkesinambungan, secara terus menerus dan dengan demikian akan diperoleh kemajuan.
Bagaimana data diperoleh guna menguji terhadap generalisasi tersebut? Data (yaitu catatan observasi secara teliti) dapat diperoleh dengan observasi bebas (bare observation), yaitu observasi yang dilakukan dalam kondisi yang tidak terkendali (uncontrolled condition), dan kedua dengan observasi eksperimental (experimental observation) yaitu observasi yang dilakukan dalam kondisi terkendali (controlled condition).
Data yang diperoleh dianggap sah bila kedua observasi itu dapat diulangi oleh pengamat yang lain kecermatan yang lain. kecermatan dan kejujuran merupakan persyaratan bagi pencari kebenaran. Data yang diperoleh dari observasi tersebut dikumpulkan, dipilih, disusun, dan dikelompokkan dengan hasil bahwa keteraturan tertentu atau generalisasi menjadi tampak jelas. [11]
IV. KESIMPULAN
  • Pengetahuan dapat dikatakan ilmiah bila memenuhi 4 syarat :
    1. Metodik
    2.  Objeltif
    3.  Sistematik
    4. Berlaku Umum
  • Dan jikalau ditinjau dari sejarah cara berfikir ada 2 metode untuk
memperoleh pengetahuan :
  1. Cara yang didasarkan pada rasio
  2. Cara yang didasarkan pada pengalaman
  • Dan dalam metode ilmiah terdapat 3 langkah-
langkah operasional, yaitu :
  1. Perumusan Masalah
  2. Penyusunan Hipotesis
  3. Pengujian Hipotesis
  4. Penarikan kesimpulan
  • Metode Keilmuan Atau Pendekatan Ilmiah
-          Ada beberapa metode keilmuan atau pendekatan ilmiah, yaitu:
1.      Penalaran Deduktif (Rasionalisme)
Dalam menyusun pengetahuan kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus.
2.        Penalaran Induktif (Empirisme)
          Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berfikir dengan menarik kesimpulan umum.

  • Perkembangan Pengetahuan Dari Masa Ke Masa
1.      Zaman Purba
Dari peninggalan-peninggalan yang ditemukan, dapat dianalisis
pengetahuan yang telah dimiliki manusia purba, begitu juga bagaimana
bahan-bahan yang ditemukan dari zaman purba (yang mencakup zaman batu) adalah:
1) Alat-alat dari batu dan tulang
2) Tulang belulang hewan
3) Sisa-sisa dari beberapa tanaman
4) Gambar dalam gua-gua
5) Tempat-tempat penguburan, dan
6) Tulang-tulang manusia purba.


2.      Zaman Yunani
Dalam bidang pengetahuan yang berdasarkan sikap dan pemikiran yang
sekadar menerima apa adanya, terjadi perubahan besar, dan perubahan ini
dianggap sebagai dasar ilmu pengetahuan modern. Hal ini berdasarkan pada
sikap bangsa Yunani yang tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman
tersebut secara pasif- receptive. Mereka memiliki “Inquiry attitude and
inquiry mind.”
 
3.      Zaman Modern
Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu
pengetahuan. Sejak zaman itu sampai sekarang Eropa menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan umat manusia pada umumnya. Permulaan perkembangannya dicetuskan oleh Roger Bacon (1214-1294) yang menganjurkan agar pengalaman manusia sendiri dijadikan sumber pengetahuan dan penelitian.


V. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Purnama, Heri, Ilmu Alamiah Dasar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hlm. 83-90
Dra. Roosmini dkk, Ilmu Alamiah Dasar, IKIP Semarang, 1990, hlm. 32
Drs. Margono, Ilmu Alamiah Dasar, UNS, Surakarta 1984. hal 71



[1] Purnama Heri, Ilmu Alamiah Dasar,(Jakarta:PT Rineka Cipta, 2001), hal. 83-90
[2] Ibid, hal.90
[3] Ibid. hal 93
[4] Ibid hal. 92-95
[5] Ibid, hal 96
[6] Dra. Mien Roosmini dkk, Ilmu alamiah Dasar, IKIP Semarang, 1990, hal. 32
[7] Purnama Heri, Ilmu Alamiah Dasar,(Jakarta:PT Rineka Cipta, 2001), hal.110
[8] Drs. Margono, Ilmu Alamiah Dasar, UNS, Surakarta 1984. hal 71
[9]Purnama Heri, Op Cit, hal 112
[10]Ibid, hal. 115-119.
[11] Ibid, hal. 121-123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar