KELAHIRAN PENGETAHUAN ALAMIAH MODERN
DAN METODE ILMIAH
Tugas Makalah ini Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliyah : Ilmu Alamiah Dasar
Dosen
Pengampu : Drs. Amintarto, MM
Disusun Oleh :
Kelompok 2 :
1. Fachris Arriffuddin Semester
3
2. Istianah Semester
5
3. Vera Zuliyana Semester
5
4. M. Abror Semester
5
5. Martono Semester
3
6. Bambang Susanto Semester
3
7. Mulyono Semester
5
INSTITUT ISLAM
NAHDLOTUL ULAMA’( INISNU )
FAKULTAS TARBIYAH PAI
2010
KELAHIRAN
PENGETAHUAN ALAMIAH MODERN
DAN
METODE ILMIAH
I. PENDAHULUAN
Dalam usaha memecahkan masalahnya, manusia melakukan berbagai usaha.Ada yang berpegang pada cara-cara
tradisional, dan ada pula yang berpaling pada ilmu. Dalam hal ini ilmu
memberikan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, yaitu keputusan yang
didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah.
Dalam cabang ilmu alamiah dasar terdapat cabang ilmu yang mempelajari tentang metode-metode atau cara-cara mengetahui penelitian yaitu metode ilmiah atau sikap ilmiah yang didalamnya terdapat metode-metode atau cara-cara penelitian atau sistematika penelitian.
Dalam usaha memecahkan masalahnya, manusia melakukan berbagai usaha.
Dalam cabang ilmu alamiah dasar terdapat cabang ilmu yang mempelajari tentang metode-metode atau cara-cara mengetahui penelitian yaitu metode ilmiah atau sikap ilmiah yang didalamnya terdapat metode-metode atau cara-cara penelitian atau sistematika penelitian.
II. POKOK PEMBAHASAN
- Metode Keilmuan Atau Pendekatan Ilmiah
- Perkembangan Pengetahuan Dari Masa Ke Masa
- Metode Ilmiah
- Metode Ilmiah John Dewey
- Sikap Ilmiah
- Langkah-langkah Opersional Metode Ilmiah
III. PEMBAHASAN
A. Metode Keilmuan Atau Pendekatan Ilmiah
A. Metode Keilmuan Atau Pendekatan Ilmiah
1. Penalaran Deduktif (Rasionalisme)
Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab pertanyaan tanpa mengarang mitos. C. A. Van Pursen dalam bukunya mengatakan bahwa: “Di dalam mitos manusia terikat, manusia menerima keadaan sebagai takdir yang harus diterima.” Lama-kelamaan manusia tidak mau terikat, maka manusia berusaha mencari penyelesaian dengan rasio. Dalam pemikiran ini, manusia sudah memisahkan dirinya sehingga memandang alam dengan jarak terhadap dirinya. Manusia sebagai subjek menempatkan dirinya di luar alam yang dijadikan objek.
Dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang
menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan
selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi dengan mengamati peristiwa
itu, mempelajari mengapa gunung api dapat meletus, kemudian berusaha mencari
penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya.
Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus.
2. Penalaran Induktif
(Empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Dengan pertolongan panca indranya, manusia berhasil menghimpun sangat banyak pengetahuan. Himpunan pengetahuan ini dapat disebut ilmu pengetahuan.
Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berfikir dengan menarik kesimpulan umum.
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain yang berdasarkan pengalaman konkret. Dengan pertolongan panca indranya, manusia berhasil menghimpun sangat banyak pengetahuan. Himpunan pengetahuan ini dapat disebut ilmu pengetahuan.
Penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah cara berfikir dengan menarik kesimpulan umum.
3. Pendekatan Ilmiah,
Kelahiran IPA
Agar himpunan pengetahuan itu dapat disebut ilmu pengetahuan, harus digunakan perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Teori ini masih terlalu dapat menghasilkan suatu teori dan dapat diuji dalam hati keajegan dan kemantapan nya. Artinya bila mana diadakan penelitian ulang, yang dilakukan oleh siapapun dengan langkah-langkah yang serupa dan pada kondisi yang sama, akan diperoleh hasil yang konsisten. Metode keilmuan itu bersifat objektif, bebas dari keyakinan perasaan dan prasangka pribadi serta bersifat terbuka.
Jadi, suatu himpunan pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bila mana cara memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme dan empirisme.[1]
B. Perkembangan Pengetahuan Dari Masa Ke Masa
1. Zaman Purba
Dari peninggalan-peninggalan yang ditemukan, dapat dianalisis pengetahuan yang telah dimiliki manusia purba, begitu juga bagaimana perkembangannya. Bahan-bahan yang ditemukan dari zaman purba (yang mencakup zaman batu) adalah:
1) Alat-alat dari batu dan tulang
2) Tulang belulang hewan
3) Sisa-sisa dari beberapa tanaman
4) Gambar dalam gua-gua
5) Tempat-tempat penguburan, dan
6) Tulang-tulang manusia purba.[2]
Agar himpunan pengetahuan itu dapat disebut ilmu pengetahuan, harus digunakan perpaduan antara rasionalisme dan empirisme. Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Teori ini masih terlalu dapat menghasilkan suatu teori dan dapat diuji dalam hati keajegan dan kemantapan nya. Artinya bila mana diadakan penelitian ulang, yang dilakukan oleh siapapun dengan langkah-langkah yang serupa dan pada kondisi yang sama, akan diperoleh hasil yang konsisten. Metode keilmuan itu bersifat objektif, bebas dari keyakinan perasaan dan prasangka pribadi serta bersifat terbuka.
Jadi, suatu himpunan pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bila mana cara memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara rasionalisme dan empirisme.[1]
B. Perkembangan Pengetahuan Dari Masa Ke Masa
1. Zaman Purba
Dari peninggalan-peninggalan yang ditemukan, dapat dianalisis pengetahuan yang telah dimiliki manusia purba, begitu juga bagaimana perkembangannya. Bahan-bahan yang ditemukan dari zaman purba (yang mencakup zaman batu) adalah:
1) Alat-alat dari batu dan tulang
2) Tulang belulang hewan
3) Sisa-sisa dari beberapa tanaman
4) Gambar dalam gua-gua
5) Tempat-tempat penguburan, dan
6) Tulang-tulang manusia purba.[2]
Terdapat
alasan-alasan yang menunjukkan bahwa benda-benda tersebut merupakan alat, bukan
hanya batu alam biasa. Alasan-alasan tersebut diantaranya adalah kemiripan
bentuk frekuensinya yang relatif tinggi, perubahan bentuk yang sejalan dengan
umurnya, kekerasan nya dan adanya ukiran-ukiran yang terdapat pada alat-alat
dari batu tersebut.
Perbaikan bentuk dari alat-alat tersebut, menunjukkan bahwa manusia pada jaman itu telah dapat menghayati, membeda-bedakan, dan menunjukkan kecenderungan menuju ke arah fungsi yang lebih baik. Di samping karena pengalamannya, maka pemilihan batu, dari yang empuk hingga yang keras, menunjukkan kemampuannya untuk membedakan dan memilih.
Perbaikan bentuk dari alat-alat tersebut, menunjukkan bahwa manusia pada jaman itu telah dapat menghayati, membeda-bedakan, dan menunjukkan kecenderungan menuju ke arah fungsi yang lebih baik. Di samping karena pengalamannya, maka pemilihan batu, dari yang empuk hingga yang keras, menunjukkan kemampuannya untuk membedakan dan memilih.
Dengan demikian, maka zaman batu
ini ditandai oleh pengetahuan yang diperoleh berdasarkan:
a. Kemampuan mengamati
b. Kemampuan membeda-bedakan
c. Kemampuan memilih
d. Kemampuan melakukan percobaan tanpa disengaja “trial and error”
Dalam perkembangannya manusia purba juga dapat memperoleh pengetahuan atau kemampuan sebagai berikut:
a. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman
b. Kemampuan melakukan abstraksi berdasarkan kesamaan atau keteraturan
c. Kemampuan menulis dan berhitung, dan menyusun kalender, yang semuanya berdasarkan proses sintesis terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
d. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alamiah berbagai jenis siklus, yang semuanya berdasarkan proses abstraksi.
e. Kemampuan meramal berdasarkan peristiwa fisis, misalnya ramalan terjadinya gerhana.[3]
a. Kemampuan mengamati
b. Kemampuan membeda-bedakan
c. Kemampuan memilih
d. Kemampuan melakukan percobaan tanpa disengaja “trial and error”
Dalam perkembangannya manusia purba juga dapat memperoleh pengetahuan atau kemampuan sebagai berikut:
a. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman
b. Kemampuan melakukan abstraksi berdasarkan kesamaan atau keteraturan
c. Kemampuan menulis dan berhitung, dan menyusun kalender, yang semuanya berdasarkan proses sintesis terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
d. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alamiah berbagai jenis siklus, yang semuanya berdasarkan proses abstraksi.
e. Kemampuan meramal berdasarkan peristiwa fisis, misalnya ramalan terjadinya gerhana.[3]
Kemampuan atau
pengetahuan yang telah dimiliki tersebut di atas semuanya masih diperoleh
secara alamiah, artinya tanpa disadari dan disengaja. Jadi, segala peristiwa
yang terjadi hanya diterima sebagaimana adanya tanpa usaha pendalaman lebih
lanjut. Manusia purba masih dalam tingkat receptive attitude and receptive mind
(sekadar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran).[4]
2. Zaman Yunani
Masa 600-200 SM biasanya disebut zaman Yunani. Dalam zaman itu proses-proses perkembangan know how tetap mendasari kehidupan sehari-hari, sekalipun tingkatannya sudah jauh lebih maju daripada zaman sebelumnya. Dalam bidang pengetahuan yang berdasarkan sikap dan pemikiran yang sekadar menerima apa adanya, terjadi perubahan besar, dan perubahan ini dianggap sebagai dasar ilmu pengetahuan modern. Hal ini berdasarkan pada sikap bangsa Yunani yang tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman tersebut secara pasif- receptive. Mereka memiliki “Inquiry attitude and inquiry mind.”
Dalam rangka membahas perkembangan ilmu pengetahuan, yang penting bukannya jawaban yang diberikan, tetapi diajukannya pertanyaan tersebut, Thales menekankan pentingnya pertanyaan. Pertanyaan yang terus menerus akan menimbulkan atau menyebabkan pemeriksaan dan penelitian yang terus menerus juga. Dengan demikian pertanyaan merupakan suatu motor yang dapat mendorong pemikiran dan penyelidikan.[5]
3. Zaman Modern
Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu pengetahuan. Copernicus, Tycho Broche, Keppler dan Galileo merupakan pelopor dalam mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman. Mereka menciptakan prinsip heliosentrisme. Dengan teropongnya, Galileo memastikan bahwa seperti bulan, planet-planet tidak memancarkan cahayanya sendiri, tetapi memantulkan cahaya matahari yang jatuh pada planet-planet tersebut.
2. Zaman Yunani
Masa 600-200 SM biasanya disebut zaman Yunani. Dalam zaman itu proses-proses perkembangan know how tetap mendasari kehidupan sehari-hari, sekalipun tingkatannya sudah jauh lebih maju daripada zaman sebelumnya. Dalam bidang pengetahuan yang berdasarkan sikap dan pemikiran yang sekadar menerima apa adanya, terjadi perubahan besar, dan perubahan ini dianggap sebagai dasar ilmu pengetahuan modern. Hal ini berdasarkan pada sikap bangsa Yunani yang tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman tersebut secara pasif- receptive. Mereka memiliki “Inquiry attitude and inquiry mind.”
Dalam rangka membahas perkembangan ilmu pengetahuan, yang penting bukannya jawaban yang diberikan, tetapi diajukannya pertanyaan tersebut, Thales menekankan pentingnya pertanyaan. Pertanyaan yang terus menerus akan menimbulkan atau menyebabkan pemeriksaan dan penelitian yang terus menerus juga. Dengan demikian pertanyaan merupakan suatu motor yang dapat mendorong pemikiran dan penyelidikan.[5]
3. Zaman Modern
Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu pengetahuan. Copernicus, Tycho Broche, Keppler dan Galileo merupakan pelopor dalam mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman. Mereka menciptakan prinsip heliosentrisme. Dengan teropongnya, Galileo memastikan bahwa seperti bulan, planet-planet tidak memancarkan cahayanya sendiri, tetapi memantulkan cahaya matahari yang jatuh pada planet-planet tersebut.
Dia
juga menyusun dasar hukum-hukum yang menghubungkan kecepatan, percepatan, dan
jarak yang ditempuh dalam waktu tertentu.
Perkembangan
ilmu pengetahuan menjadi sangat mantap dan pesat setelah ditulisnya buku yang
berjudul Novum Organum oleh Francis Bacon (1560-1626) yang mengutarakan tentang
landasan empiris dalam mengembangkan pengetahuan dan penegasan ilmu pengetahuan
dengan menguraikan metodenya.
Bila dilihat
dari segi metodologi dan psikologi maka seluruh ilmu pengetahuan
tersebut didasarkan pada:
1.
Penganutan dan pengamalan manusia
yang terus menerus
2.
Pengumpulan data yang terus
menerus dan dilakukan secara sistematis
3.
Analisis data yang ditempuh dengan
berbagai cara, yang antara lain adalah:
a.
Analisis langsung
b.
Analisis perbandingan, dan
c.
Analisis sistematis dengan
menggunakan model-model sistematis.
4.
Penyusunan model-model atau
teori-teori, serta penyusunan ramalan-ramalan sehubungan dengan model-model itu
5.
Percobaan-percobaan untuk menguji
ramalan tersebut.
Percobaan-percobaan ini akan menghasilkan beberapa kemungkinan,
Percobaan-percobaan ini akan menghasilkan beberapa kemungkinan,
diantaranya: benar atau salah. Jika
terbukti salah, terbuka kemungkinan untuk mencari kesalahan berpikir, sehingga
terbuka juga kemungkinan untuk memperbaikinya. Dengan demikian ilmu pengetahuan
modern memiliki suatu sistem yang didalamnya terkandung mengoreksi diri, yang
memungkinkan ditiadakannya kesalahan demi kesalahan secara bertahap menuju ke
arah kebenaran.[6]
C.
Metode Ilmiah
Pada uraian dimuka kita telah mengetahui
adanya perkembangan pola pikir manusia dimulai dari zaman
Babylonia (kurang lebih 650 SM) dimana orang percaya pada mitos, ramalan nasib berdasarkan perbintangan.
Bahkan percaya adanya banyak dewa, ada dewa angin, dewa
matahari, dewa petir dan dewa-dewa lainnya. Pengetahuan
itu mereka peroleh dengan berbagai cara , antara lain :
- Prasangka
Yaitu suatu anggapan benar
padahal baru merupakan kemungkinan benar ataukah salah
- Intuisi
Yaitu Pendapat seseorang yang
diangkat dari perbendaharaan pengetahuannya terdahulu
- Trial dan Error
Yaitu metode coba-coba atau untung-untungan.[7]
Pengetahuan yang didapat
dengan cara-cara tersebut diatas termasuk pada golongan
pengetahuan yang tidak ilmiah. Pengetahuan dapat dikatakan ilmiah bila pengetahuan memenuhi empat syarat, yaitu :
1.
Objektif ( Kesesuaian dibuktikan dengan hasil
pengindraan )
2.
Metodik ( Memperoleh
pengetahuan dengan cara tertentu dan terkontrol )
3.
Sistematik (Pengetahuan
ilmiah tersusun dalam suatu sistem )
4.
Berlaku umum (Pengetahuan tidak
hanya berlaku atau diamati oleh satu orang, tapi semua orang berhak melakukan
eksperiment )[8]
Ditinjau dari sejarah cara berfikir manusia pada dasarnya
terdapat dua
cara pokok untuk memperoleh pengetahuan yang benar yaitu :
1.
Cara yang didasarkan pada rasio,
paham yang dikembangkan dikenal
dengan rasionalisme, dan
2.
Cara yang didasarkan pada
pengalaman, paham yang dikembangkan
disebut empirisme
Jadi metode ilmiah merupakan bagian yang paling penting dalam
mempelajari ilmiah alamiah.[9]
- Metode Ilmiah John Dewey
John dewey seorang
filosofi berkebangsaan Amaerika. Menurutnya cara-cara non ilmiah (unscientific)
membuat manusia tidak merasa puas sehingga mereka
menggunakan cara berfikir deduktif atau induktif. Kemudian
orang mulai memadukan cara berfikir deduktif dan induktif, dimana perpaduan ini disebut dengan berfikir reflektif (reflective thingking). Metode
ini diperkenalkan oleh John Dewey antara lain :
a.
The Felt
Need (adanya suatu kebutuhan)
b.
The Problem
(adanya suatu masalah)
c.
The
hypothesis (menyusun hipotesis)
d.
Collection of Data
as Avidance (merekam data untuk pembuktian)
e.
Concluding
Belief (kesimpulan yang diyakini kebenarannya)
f.
General Value of
the Conclusion (memformulasikan kesimpulan umum)
- Sikap Ilmiah
Salah satu aspek tujuan
dalam mempelajari ilmu alamiah adalah pembentukan sikap
ilmiah. Orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah akan
terbentuk sikap alamiah yang antara lain adalah :
- Jujur ( Wjaib melaporkan hasil pengamatan secara objektif )
- Terbuka ( Terbuka menerima pendapat orang lain )
- Toleran ( Tidak akan
memaksakan pendapatnya kepada orang lain )
- Skeptis ( Tidak akan menerima suatu kesimpulan tanpa didukung bukti kuat )
- Optimis ( Berpengharapan baik )
- Pemberani ( Berani melawan hal-hal yang akan menghambat kemajuan )
- Kreatif ( mampu menghasilkan trobosan dan kreasi demi kemajuan )[10]
- Logis/masuk akal, yaitu sesuai dengan logika/aturan berfikir yang ditetapkan dalam cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
- Obyektif, yaitu ilmu pengetahuan berkenaan dengan sikap yang tidak tergantung pada suasana hati, prasangka/pertimbangan nilai pribadi.
- Sistematis, yaitu adanya konsistensi dan keteraturan internal
- Andal, yaitu dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan yang ditentukan dengan hasil yang dapat diandalkan.
- Dirancang, yaitu ilmu pengetahuan tidak berkembang dengan sendirinya
- Akumulatif, yaitu ilmu pengetahuan merupakan himpunan fakta, teoritis, hukum, dll. yang berkumpul sedikit demi sedikit
- Langkah-langkah
Operasional Metode Ilmiah
Salah satu syarat ilmu
pengetahuan ialah bahwa materi pengetahuan itu harus
diperoleh melalui metode ilmiah. Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini
tidak harus selalu berurutan, langkah demi langkah, seperti yang
tercantum berikut ini. yang penting ialah pemecahan
masalah untuk mendapatkan kesimpulan umum (generalisasi)
hanya berdasarkan atas data dan diuji dengan data, bukan
oleh keinginan, prasangka, kepercayaan, atau pertimbangan lain.
Menurut Drs. Maskoeri Jasin langkah-langkah penerapan
metode
ilmiah itu ada 3 (tiga), yaitu :
- Menentukan dan memberikan batasan kepada masalah
- Menentukan hipotesis atau rumusan pemecahan masalah yang bersifat sementara
- Menguji dan mengadakan verifikasi kesimpulan.
Adapun langkah-langkah operasional nya adalah sebagai
berikut :
- Perumusan Masalah
Yang dimaksud dengan masalah disini
adalah merupakan pertanyaan apa,
mengapa ataupun bagaimana tentang obyek yang diteliti.
- Penyusunan Hipotesis
Yang dimaksud dengan
hipotesis adalah suatu pernyataan yang menunjukkan
kemungkinan-kemungkinan jawaban untuk memecahkan masalah
yang telah ditetapkan.
- Pengujian Hipotesis
Yaitu berbagai usaha
pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis
yang telah diajukan untuk dapat memperlibatkan apakah fakta- fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
- Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan ini
didasarkan atas penilaian melalui analisis dari fakta fakta
(data) untuk melihat apakah hipotesis yang diajukan itu diterima
atau tidak.
Di dalam ilmu alamiah
suatu kesimpulan bersifat sementara (tentatif), kesimpulan
adalah sesuatu yang harus diajukan. Pengujian-pengujian seperti itu memerlukan data tambahan. Dengan demikian generalisasi baru akan
diperoleh dan terjadilah proses yang berkesinambungan, secara
terus menerus dan dengan demikian akan diperoleh
kemajuan.
Bagaimana data diperoleh
guna menguji terhadap generalisasi tersebut? Data (yaitu
catatan observasi secara teliti) dapat diperoleh dengan observasi
bebas (bare observation), yaitu
observasi yang dilakukan dalam kondisi yang tidak
terkendali (uncontrolled condition), dan kedua dengan observasi eksperimental (experimental observation) yaitu observasi
yang dilakukan dalam kondisi terkendali (controlled condition).
Data yang diperoleh
dianggap sah bila kedua observasi itu dapat diulangi oleh
pengamat yang lain kecermatan yang lain. kecermatan dan kejujuran
merupakan persyaratan bagi pencari kebenaran. Data yang diperoleh dari observasi tersebut dikumpulkan, dipilih, disusun, dan
dikelompokkan dengan hasil bahwa keteraturan tertentu
atau generalisasi menjadi tampak jelas. [11]
IV. KESIMPULAN
- Pengetahuan
dapat dikatakan ilmiah bila memenuhi 4 syarat :
- Metodik
- Objeltif
- Sistematik
- Berlaku
Umum
- Dan
jikalau ditinjau dari sejarah cara berfikir ada 2 metode untuk
memperoleh
pengetahuan :
- Cara yang
didasarkan pada rasio
- Cara yang didasarkan pada
pengalaman
- Dan dalam metode ilmiah terdapat 3 langkah-
langkah operasional, yaitu :
- Perumusan Masalah
- Penyusunan Hipotesis
- Pengujian Hipotesis
- Penarikan kesimpulan
- Metode Keilmuan Atau Pendekatan Ilmiah
-
Ada beberapa metode keilmuan atau pendekatan
ilmiah, yaitu:
1.
Penalaran Deduktif (Rasionalisme)
Dalam menyusun
pengetahuan kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif. Penalaran deduktif
adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan yang bersifat umum untuk
menarik kesimpulan yang bersifat khusus.
2.
Penalaran Induktif (Empirisme)
Penganut empirisme menyusun
pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif. Penalaran induktif adalah
cara berfikir dengan menarik kesimpulan umum.
- Perkembangan Pengetahuan Dari Masa Ke Masa
1.
Zaman Purba
Dari peninggalan-peninggalan yang
ditemukan, dapat dianalisis
pengetahuan yang telah dimiliki
manusia purba, begitu juga bagaimana
bahan-bahan yang ditemukan dari
zaman purba (yang mencakup zaman batu) adalah:
1) Alat-alat dari batu dan tulang
2) Tulang belulang hewan
3) Sisa-sisa dari beberapa tanaman
4) Gambar dalam gua-gua
5) Tempat-tempat penguburan, dan
6) Tulang-tulang manusia purba.
1) Alat-alat dari batu dan tulang
2) Tulang belulang hewan
3) Sisa-sisa dari beberapa tanaman
4) Gambar dalam gua-gua
5) Tempat-tempat penguburan, dan
6) Tulang-tulang manusia purba.
2.
Zaman Yunani
Dalam bidang pengetahuan yang
berdasarkan sikap dan pemikiran yang
sekadar menerima apa adanya,
terjadi perubahan besar, dan perubahan ini
dianggap sebagai dasar ilmu
pengetahuan modern. Hal ini berdasarkan pada
sikap bangsa Yunani yang tidak
dapat menerima pengalaman-pengalaman
tersebut secara pasif- receptive.
Mereka memiliki “Inquiry attitude and
inquiry mind.”
3.
Zaman Modern
Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu
Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu
pengetahuan. Sejak zaman itu
sampai sekarang Eropa menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan umat manusia
pada umumnya. Permulaan perkembangannya dicetuskan oleh Roger Bacon (1214-1294)
yang menganjurkan agar pengalaman manusia sendiri dijadikan sumber pengetahuan
dan penelitian.
V. PENUTUP
Demikian makalah
yang dapat kami susun dan kami sangat menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan
pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga ini dapat menambah pengetahuan
kita dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Purnama, Heri, Ilmu Alamiah Dasar,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hlm. 83-90
Dra. Roosmini dkk, Ilmu Alamiah Dasar, IKIP Semarang, 1990, hlm. 32
Dra. Roosmini dkk, Ilmu Alamiah Dasar, IKIP Semarang, 1990, hlm. 32
Drs. Margono, Ilmu
Alamiah Dasar, UNS, Surakarta
1984. hal 71
Tidak ada komentar:
Posting Komentar